Senin, 22 Oktober 2012

Peluang Bisnis Gaharu

Hingga kini, berdasarkan data perdagangan yang tersedia, Indonesia dan Malaysia masih menjadi penghasil utama gaharu (dari semua spesies) dalam perdagangan internasional gaharu. Data Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) pada 1995-1997 menunjukkan bahwa ekspor A. malaccensis dari Indonesia mencapai 920 ton/tahun. Ekspor tersebut termasuk beberapa spesies Aquilaria selain A. malaccensis. Sementara itu lebih dari 340 ton A. malaccensis diekspor dari Semenanjung Malaysia selama periode yang sama. Namun, menurut informasi dari Sarawak Management Authority CITES, hampir 530 ton A. malaccensis diekspor dari Sarawak pada tahun 1998.

Hingga kini pula sebagian besar negara tujuan ekspor gaharu dalam perdagangan internasional diperuntukkan bagi konsumen di Timur Jauh dan Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Hong Kong dan Taiwan. Meskipun Indonesia dan Malaysia berperan penting dalam perdagangan gahru internasional, tapi Singapura-lah yang meraup untung. Meskipun negara ini bukan penghasil gaharu, tapi Singapura melakukan re-ekspor.

Keuntungan mereka jauh lebih besar karena bermain dalam sistem distribusi perdagangan gaharu internasional.
Selain negeri Timur Tengah Jepang juga pengimpor aktif gaharu dari Indonesia. Menurut Laporan Tahunan CITES pada periode 1995-2000, Jepang mengimpor sekitar 47,5 ton A. malaccensis selama periode enam tahun terakhir. Hampir semua gaharu yang diimpor atau re-ekspor Jepang berasal dari Hong Kong, Singapura, dan Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang secara signifikan berhubungan langsung dengan kebutuhan gaharu Jepang.

Pada periode 1995-2000, CITES melaporkan bahwa re-ekspor A. malaccensis Indonesia ke Jepang mencapai 114,3 ton. Jumlah itu wajar jika dikaitkan dengan industri tradisional di Jepang yang memproduksi wewangian, yang berbahan baku gaharu, serta bentuk-bentuk olahan lain seperti dupa. Tapi menurut laporan CITES pula bahwa kebutuhan industry tradisional itu hanya kecil yang lebih mengejutkan adalah Jepang kembali mengekspor gaharu dalam bentuk jadi ke negara Korea, Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.

Padahal di Indonesia sendiri, sekitar 6 tahun lalu harga gubal gaharu kelas super sekitar Rp. 1 juta sampai Rp. 1,5 juta sekilogram. Harga ini jauh lebih meningkat sekarang ini, harga gubal gaharu sudah mencapai Rp 5 juta sekilogram. Dalam setiap pohon yang mencapai umur lapan hingga 10 tahun bisa Menghasilkan tiga sampai lima kilogram gubal gaharu, sehingga dalam satu pohon saja, masyarakat bisa berpenghasilan antara 15 juta hingga 25 juta.

Menurut Departemen Kehutanan, Semenanjung Malaysia, harga gaharu di 2007 adalah Kelas Super, Ringgit Malaysia (RM) 25, 000 per kg. Kelas A, RM20, 000 per kg. Kelas B, RM18, 000 per kg. Kelas C, RM 15, 000 per kg. Kleas D, RM8, 000 per kg dan Kelas E RM3, 000 per kg. Jika dirupiahkan harga di Malayasia bisa mencapai Rp 75 juta untuk kelas super dan untuk kelas terendah sekitar 9.000.000. Pasar survei yang dilakukan oleh departemen kehutanan Maysia mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 harga gaharu terus melonjak setidaknya lima kali dalam empat tahun terakhir.

Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang gaharu masih sangat terbuka dalam pasaran internasional. Hasilnya juga bisa diandalkan untuk mensejahterakan masyarakat. Namun sayangnya hingga kini di Indonesia orang hanya kenal gaharu sebagai peribahasa, “sudah gaharu cendana pula.” Sayangnya orang Indonesia tidak tahu dan tidak bertanya pula apa itu gaharu.

Padahal kantor berita Antara 22 November 2011 menyebut, Indonesia merupakan pengekspor gaharu terbesar di dunia. Menurut sumber Antara, Kementerian Kehutanan mengungkapkan Indonesia merupakan negara pengekspor gaharu terbesar di dunia mencapai 600 ton per tahun seiring tingginya produksi tanaman tersebut. Pada tahun 2010, penerimaan negara bukan pajak dari ekspor gaharu menembus angka Rp 4,5 miliar. Data terbaru dari Departemen Kehutanan menunjukkan bahwa tujuan ekspor gaharu Indonesia terbesar adalah Arab Saudi mencapai 37,8 persen, Singapura 34,9 persen, Uni Emirat Arab 7,7 persen dan beberapa negara lainnya, seperti Kuwait, Macau, Vietnam, Hongkong, Jerman, China, serta Republik Korea.

Apalagi kini penggunaan obat-obatan dari bahan organik seperti tumbuhan (herbal), membuat gaharu semakin diminati sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam penyakit. Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik, tumor dan kanker.

Tapi sayangnya, Indonesia baru mampu memasok 15 persen total kebutuhan gaharu dunia. Bahkan kini fungsi gaharu juga dipakai sebagai bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai bahan kosmetik gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan untuk jenis super dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per kilogram. Di Indonesia tanaman ini dikelompokkan sebagai produk komoditi hasil hutan bukan kayu.

Dilihat dari tahun 2000, kuota permintaan pasar meningkat sekitar 300 ton/tahun. Namun hingga tahun 2002, yang baru bisa drealisasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar, hanya sekitar 10% – 20% saja. Khusus untuk jenis Aquilaria malaccensis yang mempunyai kualitas dan bernilai jual yang tinggi, usaha pembudidayaannya pun berpeluang menurunkan tingkat kelangkaan.
Bahkan dalam lima tahun terakhir ini, total ekspor gaharu Indonesia berkisar 170-573 ton dengan perkiraan perolehan devisa pada tahun 2006 sebesar 26.086.350 dolar AS dan meningkat menjadi 85.987.500 dolar tahun 2010. Dengan memperhatikan kuota permintaan pasar akan komoditas gaharu yang terus meningkat maka pembudidayaan gaharu pun memiliki prospek yang cukup tinggi dalam upaya untuk mempersiapkan era perdagangan bebas di massa mendatang.
Sementara ada produk lain dari gaharu yang bisa menambah penghasilan yakni getahnya. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu.

Perlu diingat harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp 5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.

(Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2250059-peluang-bisnis-gaharu/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar