Selasa, 23 Oktober 2012

Pusat Bantu Pulihkan Populasi Cendana


MENURUNNYA populasi cendana dan gaharu di Provinsi NTT, mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat. Melalui APBN, Pemerintah Pusat mengalokasikan anggaran Rp 10 miliar tiap tahun anggaran sejak 2010, untuk membantu Pemprov memulihkan populasi cendana dan gaharu.
Hal itu dikatakan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Darori kepada wartawan di Kupang, Minggu (14/10) malam.
Dia menjelaskan, dana Rp 10 miliar tersebut, sebesar Rp 5 miliar dialokasikan untuk Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Noelmina, dan sisanya untuk 20 kabupaten di NTT, masing-masing Rp 250 juta.
Bentuk perhatian Pemerintah Pusat lainnya, kata dia, adalah dibangunnya pusat pembibitan cendana dan gaharu di Kabupaten Ngada, Sumba Tengah, dan Lembata. Selain itu, dibangun pula empat unit UPTD dan Litbang pembibitan cendana di beberapa kabupaten/kota di NTT.
“Pemerintah Pusat akan terus membantu memulihkan kembali populasi cendana di NTT,” katanya.
Perhatian Pemerintah Pusat ini, katanya, sudah melalui pertimbangan yang matang, antara lain NTT pernah terkenal sebagai daerah cendana. Kualitas cendana asal NTT berbeda dengan cendana yang tumbuh di daerah lainnya di Indonesia. “Karena itu Pemerintah Pusat sangat serius membantu untuk memulihkan atau mengembalikan NTT sebagai daerah penghasil cendana dan gaharu,” katanya.
Selain bantuan berupa kucuran dana, katanya, Pemerintah Pusat juga sedang memikirkan upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat lokal untuk mengawasi cendana di masing-masing kabupaten/kota.
Secara alamiah, cendana tumbuh di sejumlah daerah di NTT, terutama di Timor, Sumba, dan beberapa daerah lainnya. Namun seiring perkembangan, dan tata kelola yang kurang memperhatikan pelestarian tanaman ini, populasi cendana terus mengalami penurunan sampai titik yang mengkhawatirkan. Di beberapa tempat yang dulu kaya akan cendana seperti Solor dan daerah lainnya, cendana dan gaharu sudah punah sama sekali. (aje/D-1)

Sumber :  http://www.victorynewsmedia.com/berita-10907-pusat-bantu-pulihkan-populasi-cendana.html  (Selasa, 16 Oktober 2012)

Senin, 22 Oktober 2012

Permintaan Ekspor Gaharu Tetap Tinggi


MATARAM, KOMPAS.com- Kayu gaharu (Aquilaria malaccensis) memiliki pangsa pasar khusus dan permintaan yang tinggi. Di China, Taiwan, dan khususnya Timur Tengah, kayu yang disejajarkan dengan cendana ini laku keras.

"Kalau permintaan dari Timur Tengah, China, dan Taiwan, tidak ada batasnya, berapa pun pasti diterima. Tapi kan tiap provinsi diberi jatah, ya sebesar kuota itu yang kami penuhi," kata H Faisal Bages, pengusaha penampung dan eksportir kayu gaharu, Minggu (6/11/2011) di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Faisal, harga eskpor kayu gaharu kelas super yang tumbuh alami saat ini Rp 10 juta per kilogram (kg), naik dibanding beberapa tahun sebelumnya seharga Rp 4 juta-Rp 5 juta. 

 


Kenaikan harga gaharu (disebut Ketimusan di Lombok), disebabkan populasi kayu yang dijadikan wewangian dan dupa ini sangat menipis. Yang tumbuh alami bisa disebut antara ada dan tiada. "Yang banyak beredar saat ini adalah hasil budi daya yang umumnya diekspor," ungkap Faisal.

Sedang pemasaran kayu gaharu diatur melalui kuota. Kuota untuk Indonesia tahun 2011 sekitar 400 ton setahun. Jatah terbesar dipegang Papua dan Kalimantan, sedangkan NTB mendapat jatah 8 ton pada tahun 2011. Jumlah yang sama untuk tahun 2012 nanti.

Permintaan terbesar gaharu kelas super dari Timur Tengah, sisanya kelas menengah-bawah diekspor ke China dan Taiwan. Di Arab Saudi, biasanya kayu gaharu dijadikan bahan mandi uap untuk menghilangkan bau badan yang kurang sedap, di China dan Taiwan umumnya untuk wewangian dupa, sedangkan di Thailand ampasnya untuk bahan membuat obat nyamuk.

Soal bibit, tutur Faisal, masih tersedia cukup banyak di NTB yang dibudidayakan di kawasan hutan Gunung Rinjani, kemudian Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, dan lingkar tam bang PT Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa Barat. Stok jenis gaharu Girinof yang umumnya tumbuh, dibudi-dayakan dan dikirim dari NTB sekitar 100.000 batang per tahun, bertinggi 25 cm-35 cm yang umurnya setahun.